MAKALAH STUDI ISLAM
“IMAN DAN PERWUJUDAN MASYARAKAT YANG ADIL DAN TERBUKA SERTA
DEMOKRATIS”
Tugas ini dibuat untuk melengkapi mata kuliah Studi Islam
Disusun oleh :
Aida Maqbullah
Nabilla Fauziyah
Andini Nursyarifah
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah
limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para
sahabatnya. Serta tak lupa pula kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir
zaman. Amiin.
Makalah ini kami
susun guna memnuhi tugas mata kuliah STUDI ISLAM oleh dosen pengampu Bpk.
Syihabuddin. Kami ucapkan terima kasih kepada beliau atas bimbingan dan saran
sehingga terwujudnya makalah ini.
Tidak ada yang
sempurnya di dunia ini selain Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun, kami harapkan agar terciptanya pendekatan kepada taraf yang
sempurna. Dan semoga apa yang tersajikan dalam makalah ini berguna bagi pembaca
pada umumnya.
Terima kasih J
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Gambaran masyarakat yang adil,
terbuka, dan seterusnya telah diperankan dengan baik oleh masyarakat klasik
islam. Kini, masyarakat modern islam mencoba untuk kembali memerankan keluhuran
dan peradaban mereka. Fakta bahwa masyarakat salaf berada pada zaman yang
berdekatan dengan tugas Nabi Muhammad dalam mengemban risalah Islam. Tetapi
tugas merealisasikan tatanan kehidupan berperadaban ideal itu akan terus
berlangsung. Upaya menghidupkan keadaan di masa klasik islam memang sampai saat
ini belum berhasil.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Keadaan pada Masa Klasik Islam?
2.
Bagaimana
Hubungan Iman dan Prinsip Keadilan?
3.
Bagaimana
Hubungan Iman dan Keterbukaan?
4.
Bagaimana
Hubungan Iman dan Demokrasi?
C. Tujuan
Pembahasan Makalah
1.
Memahami
Keadaan pada Masa Klasik Islam.
2.
Mengetahui
Hubungan Iman dan Prinsip Keadilan.
3.
Mengetahui
Hubungan Iman dan Keterbukaan.
4.
Mengetahui
Hubungan Iman dan Demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Klasik Islam
Kebanyakan orang muslim pada masa
klasik Islam (Salaf) itu telah banyak tercampur dengan unsur-unsur pandangan
yang terbentuk dalam sejarah. Karena itu bisa tidak murni lagi, dan masa klasik
itu justru perlahan-lahan tumbuh menjadi semacam terra incognita.
Sebagai masyarakat egaliter
partisipatif, masa klasik Islam itu menyerupai benar gambaran sebuah masyarakat
yang adil, terbuka dan demokratis seperti dalam konsep-konsep social-politik
modern. Sifat egaliter dan partisipatif itu telah nampak dalam berbagai
keteladanan Nabi sendiri, demikian pula dalam keteladanan para khalifah yang
bijaksana.
B. Iman dan Prinsip Keadilan
Keterkaitan iman dengan prinsip
keadilan nampak dengan jelas dalam berbagai pernyataan kitab suci, bahwa Tuhan
adalah Maha Adil, dan bagi manusia perbuatan adil adalah tindakan persaksian
untuk Tuhan. Karena itu menegakkan keadilan adalah perbuatan yang paling
mendekati taqwa atau keinsafan ketuhanan dalam diri manusia.
Rasa keadilan berdasarkan iman harus
menyatakan ke luar detik hati nurani yang paling mendalam. Keadilan imani itu
terkait erat dengan ihsan, yaitu keinginan berbuat baik untuk sesama manusia
secara semurni-murninya dan setulus-tulusnya, karena kita bertindak dihadapan
Tuhan untuk menjadi saksi bagi-Nya, yang dihadapan-Nya itu segala kenyataan,
perbuatan dan detik hati nurani tidak akan pernah dirahasiakan.
Pengertian adil dalam kitab suci
juga terkait erat dengan sikap seimbang dan menengahi, dalam semangat moderasi
dan toleransi, yang dinyatakan dengan istilah wasat (pertengahan). Sikap
seimbang itu memancar langsung dari semangat Tauhid atau keinsafan mendalam
akan hadirnya Tuhan yang Maha Esa dalam hidup, yang berarti antara lain
kesadaran akan kesatuan tujuan dan makna hidup seluruh alam ciptaan-Nya.
C. Iman dan
Keterbukaan
Iman kepada Allah, yang menumbuhkan
rasa aman dan kesadaran mengemban amanat Ilahi itu, menyatakan diri ke luar
dalam sikap-sikap terbuka, percaya kepada diri sendiri (karena bersandar, yakni
tawakal kepada Tuhan).
Lebih dari itu, sikap terbuka kepada
sesame manusia, dalam kedalaman jiwa saling menghargai namun tidak lepas dari
sikap kritis, adalah indikasi adanya petunjuk dari Tuhan, karena memang sikap
itu sejalan dengan rasa keutuhan atau taqwa.
sikap kritis yang mendasari
keterbukaan itu merupakan konsistensi iman yang amat penting karena, merupakan
kelanjutan sikap pemutlakan yang ditujukan hanya kepada tuhan, dan penisbian
segala sesuatu selain Tuhan.
Seseorang hendaknya mengikuti
sesuatu hanya bila ia memahaminya melalui metode ilmu (kritis), dan bahkan
dalam hal ajaran-ajaran suci seperti agama hendaknya ia tidak menerimanya
bagaikan orang yang tuli dan buta. Sekalipun agama lebih tinggi daripada akal,
karena ia sejalan dengan akal atau tidak bertentangan dengannya, maka hendaknya
didekati melalui jalan argumen yang masuk di akal.
D. Iman dan
Demokrasi
Prinsip-prinsip keadilan dan
keterbukaan saling terkait karena kedua-duanya merupakan konsistensi iman dalam
dimensi kemanusiaan. Terlihat pula keterkaitan antara nilai-nilai itu dengan
demokrasi, yaitu pengaturan tatanan kehidupan atas dasar kemanusiaan, yakni
kehendak bersama.
Iman kepada Allah menuntut agar segala perkara antar manusia
diselesaikan melalui musyawarah, yang dengan sendirinya adalah suatu proses
timbale balik antara para pesertanya, dengan hak dan kewajiban yang sama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fakta bahwa masyarakat salaf berada pada zaman yang berdekatan
dengan tugas Nabi Muhammad dalam mengemban risalah Islam. Tetapi tugas
merealisasikan tatanan kehidupan berperadaban ideal itu akan terus berlangsung.
Upaya menghidupkan keadaan di masa klasik islam memang sampai saat ini belum
berhasil. Kebanyakan orang muslim pada masa
klasik Islam (Salaf) itu telah banyak tercampur dengan unsur-unsur pandangan
yang terbentuk dalam sejarah. Karena itu bisa tidak murni lagi, dan masa klasik
itu justru perlahan-lahan tumbuh menjadi semacam terra incognita. Iman kepada Allah menuntut agar segala perkara antar manusia
diselesaikan melalui musyawarah, yang dengan sendirinya adalah suatu proses
timbal balik antara para pesertanya, dengan hak dan kewajiban yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar