Rabu, 23 November 2016

HADITS

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
MATA KULIAH “HADITS”
TAHUN 2016
Dosen Pengumpu :
Bapak Aswad

 












                  
                             Nama        : Andini Nursyarifah
                             Nim           : 11150530000049

Jurusan Manajemen Dakwah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


UJIAN AKHIR SEMESTER HADITS

 I.            IKHLAS BERAMAL

A.   Niat dan Motivasi Beramal


Artinya  :
Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair dia berkata : telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata : bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al-Anshari berkata : saya pernah mendengar Umar bin Al-Khattab di atas mimbar berkata : saya mendengar Rasulullah Saw bersabda : “semua perbuatan tergantung dengan niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap (orang tergantung) apa yang diniatkan, barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang di niatkan.”
Makna hadits :
1.     Syarat niat.
Para ulama sepakat bahwa perbuatan seorang mukmin tidak akan diterima dan tidak akan mendapatkan pahala kecuali jika diiringi dengan niat.
Dalam ibadah inti, misalnya : shalat, haji, puasa. Niat merupakan rukun, karenanya ibadah-ibadah tersebut tidak akan sah jika tidak diiringi dengan niat.
2.     Waktu dan tempat niat.
Waktu niat terletak pada awal ibadah, misalnya : pada waktu sholat terletak pada tahbiratul ihram, sedangkan ihram untuk haji, dan pada saat puasa maka diperbolehkan sebelumnya karena untuk mengetahui masuknya waktu subuh secara tepat cukup sulit.
3.     Keharusan hijrah.
Hijrah dari kekafiran menuju keislaman adalah keharusan bagi setiap manusia. Kata hijrah juga dapat dipergunakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Seorang muslim kadang-kadang diharuskan untuk menjauhi saudaranya yang berbuat maksiat.
4.     Orang yang berniat melakukan kebaikan, namun karena satu atau yang lain halnya (misalnya sakit parah atau meninggal dunia) sehingga ia tidak bisa melaksanakannya, maka ia tetap akan mendapatkan pahala kebaikannya.
Al-Badhawi berkata : “amal ibadah tidak akan sah kecuali jika diiringi dengan niat.” Karena amal ibadah tanpa niat adalah sia-sia, perumpamaan niat bagi amal, ibarat ruh bagi jasad, jasad tidak akan berfungsi tanpa adanya ruh, dan ruh tidak akan tampak jika terpisah dari jasad.
5.     Hadits ini mendorong kita untuk ikhlas dalam segala perbuatan dan ibadah agar mendapat pahala di akhirat kelak, serta kemudahan dan kebahagiaan di dunia.

6.     Semua perbuatan baikdan bermanfaat, jika diiringi dengan niat yang ikhlas dan hanya mencari keridhoan Allah SWT, maka perbuatan tersebut adalah ibadah.

B.   Bahaya Riya’ dalam Beramal


Artinya  :
Setiap mukmin harus senantiasa menjauhi sikap riya, karena riya dapat membatalkan sebuah amal kebaikan dan memalingkannya kepada keburukan.
Riya juga termasuk kedalam kategori syirik kecil dan syirik tersebut berbahaya, karena dapat menghanguskan keimanan kita kepada Allah SWT.
Riya merupakan kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat.
Di antara bahaya riya adalah :    
1.     Riya akan menghapus dan membatalkan amal shalih.
2.     Amal shalih akan hilang pengaruh baiknya bila disertai riya.
3.     Riya mewariskan kehinaan dan kerendahan.
4.     Pelaku riya tidak akan mendapat ganjaran baik di akhirat.
5.     Riya merupakan salah satu sebab kekalahan umat Islam.

Isi hadits (kandungan/intisari) :
1.     Niat merupakan syarat diterima (layak) atau tidaknya suatu amal perbuatan dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan pada niatnya (karena Allah SWT).

2.     Waktu pelaksanaan niat tersebut dilakukan pada awal ibadah dan bertempat di hati.

3.     Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata hanya karena Allah SWT dituntut untuk semua amal shaleh dan ibadah.

4.     Seorang mukmin akan diberi ganjaran pahala berdasarkan pada kadar niatnya.

5.     Semua perbuatan yang mengandung manfaat dan mubah (boleh) jika diiringi dengan niat karena mencari keridhaan Allah SWT maka perbuatan trsebut akan bernilai ibadah.

6.     Yang dapat membedakan antara ibadah dengan adat (kebiasaan) adalah niat.

7.     Niat meupakan bagian daripada iman, karena niat merupakan pekerjaan hati dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jama’ah adalah membenarkan dalam hati mengucapkan dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan.

Allah SWT menggambarkan keikhlasan dalam beramal sebagaimana seperti yang dimuat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 265 sebagai berikut :


Artinya :
“dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
         
Ikhlas dalam beramal merupakan sikap yang tiada mengharapkan tujuan lain selain daripada untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ikhlas dalam beramal tidak boleh diikuti dengan niat riya, yaitu mengharapkan pujian atau kehormatan dari sesamanya. Karena amal yang akan dibalas oleh Allah SWT adalah amal yang dilakukan karena mengharap kasih dan sayang-Nya, yaitu dengan keikhlasan di dalam hatinya.
Cara menghadirkan keikhlasan dan menghindarkan riya :
1.     Menghadirkan sikap muraqabatullah, yaitu sikap yang menghayati bahwa Allah senantiasa mengetahui segala gerak-gerik kita hingga yang sekecil-kecilnya, bahkan yang tergores dan terlintas dalam hati sekalipun yang tidak pernah diketahui oleh siapapun.
2.     Seseorang perlu menyadari dan meyakini, bahwa dengan riya seluruh amalannya akan tidak pernah memiliki arti sama sekali. Amalannya akan hilang sia-sia dan akan musnah. Serta dirinya tidak akan pernah mendapatkan apapun dari usahanya sendiri.
3.     Dirinya pun perlu menyadari, bahwa lambat launpun manusia akan mengetahui apa yang terdapat dibalik amalan-amalan baik yang dilakukannya, baik di dunia apalagi di akhirat kelak.

Bahaya Riya Dalam Beramal.
Riya adalah memaksudkan amalan yang dilakukan seseorang guna mendapatkan keridhoan manusia. Baik berupa pujian, ketenaran, atau sesuatu yang diinginkannya selain Allah SWT.
Dr. Sayid Muhammad Nuh menggambarkan adanya 3 (tiga) sebab timbulnya riya :
1.     Karena ingin mendapatkan pujian dan nama baik di masyarakat.
2.     Kekhawatiran mendapat celaan manusia.
3.     Menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain (tamak)

yang terjadi pada zaman sekarang, sudah banyak orang yang melakukan sesuatu pekerjaan (dalam beramal) dengan mengharapkan imbalan atau timbal balik dari pekerjaan yang ia lakukan, serta sudah banyak orang zaman sekarang yang malas melakukan suatu pekerjaan jika tidak ada timbal baliknya. Terkadang kita lalai bahwa segala yang kita lakukan sebaiknnya adalah karena mengharapkan ridho Allah SWT bukan mengharapkan sesuatu dari manusia.



  II.            TINGKAH LAKU TERPUJI

A.   Pentingnya Kejujuran

Jujur ialah salah satu dari sekian perkara mulia dan salah satu akhlak agung dari akhlak-akhlak Al-Qur’an yang agung, akhlak agung yang telah menghimpun seluruh karakter kebaikan serta perhiasannya orang-orang mulia dan orang-orang yang baik.

B.   Kolerasi Kejujuran dan Kebijakan


Artinya  :
Telah menceritakan Utsman bin Abi Syaibah : telah menceritakan Jarir, dari Manshur, dari Abi Wasil, dari Abdullah RA, dari Nabi SAW berkata : “sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan sesungguhnya seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Seorang muslim seharusnya adalah orang yang jujur, mencintai kebenaran (lahir maupun batin) dalam perkataan maupun perbuatan. Karena kebenaran itu menunjukkan kepada jalan menuju surga, sedangkan surga itu puncak dari cita-cita tertinggi dari seorang muslim tersebut. Sedangkan kedustaan menunjukkan kepada jalan menuju neraka, dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat yang paling ditakuti seorang muslim.
Kejujuran adalah penyempurna sebuah iman dan islam, sebab Allah SWT yang memerintahkan demikian.

C.   Jaminan Allah Terhadap Orang Yang Jujur


Artinya  :
Telah menceritakan Utsman bin Abi Syaibah : telah menceritakan Jarir, dari Manshur, dari Abi Wasil, dari Abdullah RA, dari Nabi SAW berkata : “sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan sesungguhnya seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Seorang muslim seharusnya adalah orang yang jujur, mencintai kebenaran (lahir maupun batin) dalam perkataan maupun perbuatan. Karena kebenaran itu menunjukkan kepada jalan menuju surga, sedangkan surga itu puncak dari cita-cita tertinggi dari seorang muslim tersebut. Sedangkan kedustaan menunjukkan kepada jalan menuju neraka, dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat yang paling ditakuti seorang muslim.
Kejujuran adalah penyempurna sebuah iman dan islam, sebab Allah SWT yang memerintahkan demikian.



III.            ETOS KERJA

A.   Pekerjaan Yang Paling Baik


Artinya  :
Qutaibah menyampaikan kepada kami dari Al-Laits, dan Yazid bin Abu Habib, dari Atha’ bin Abu Rabah, dari Jabir bin Abdullah bahwa ketika terjadi penaklukkan kota Makkah, “Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan perdagangan khamr, bangkai, babi, dan berhala. “orang-orang bertanya, “wahai Rasulullah! Bagaimana dengan lemak bangkai yang biasa digunakan untuk mengecat perahu dan meminyaki kulit; orang-orang juga biasa menggunakannya untuk lampu?” beliau bersabda, “tidak, itu haram.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “semoga Allah mengutuk orang-orang Yahudi, ketika Allah mengharamkan lemak hewan untuk mereka, mereka melelehkan lemak tersebut, lalu menjualnya dan memakan uang hasil penjualannya.”

Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan saja atau berdo’a mengharapkan rezeki yang datang dari langit tanpa mengiriginya dengan usaha. Namun, tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah dan tidak mau berdo’a kepada-Nya. Oleh karena itu, seorang muslim selayaknya mencari rezeki dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, rezeki yang di usahakan haruslah halal, tidak hanya mengutamakan penghasilan yang banyak tanpa mengindahkan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Tentu saja pekerjaan apapun tidak dilarang selama tidak bertentangan dengan syari’at Islam (berada pada koridor kebaikan).

B.   Larangan Meminta-minta


Artinya  :
Abu An-Nu’man menyampaikan kepada kami dari Hammad bin Zaid, dari Ayub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang berkata, aku mendengar dari Nabi SAW; dalam sanad lain disebutkan, bahwa Abdullah bin Maslamah menyampaikan dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika berada di mimbar. Beliau menyebutkan tentang sedekah, menjaga diri (dari meminta-minta), dan mengemis, “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan di atas adalah pemberi dan tangan di bawah adalah peminta-minta.”
Islam memerintahkan kepada kita agar bekerja keras dan tidak meminta-minta (mengemis) karena mengemis adalah pekerjaan yang tercela.
Pelajaran yang tekandung dalam hadits :
1.     Memotivasi dan anjuran untuk berusaha, bekerja dan mencari rizki yan baik. Dan juga bahwasanya Islam itu adalah aturan agama dan Negara. Sebagaimana islam memerintahkan ummatnya untuk menunaikan hak Allah SWT (ibadah), maka islam juga memerintahkan untuk mencari rizki dan untuk berusaha memakmurkan dan mengembangkan bumi.
2.     Pekerjaan atau mata pencaharian terbaik adalah pekerjaan seseorang yang menggunakan tangannya sendiri (berusaha sendiri)


Artinya  :
Musa bin Ismail menyampaikan kepada kami dari Wuhaib, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Hakim bin Hizam bahwa Nabi SAW bersabda, “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dengan memberi nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu. Sebaik-baiknya sedekah adalah ketika dalam keadaan berkecukupan. Siapa yang berusaha menjaga diri (untuk tidak meminta-minta), Allah akan menjaganya. Siapa merasa berkecukupan (dengan apa yang ada), Allah akan mencukupinya.”



Artinya  :
Yahya bin Bukair menyampaikan kepada kami dari Al-Laits, dari Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Abu Ubaid Maula Abdurrahman bin Auf yang mendengar dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “seseorang yang mengumpulkan seikat kayu bakar lalu membawanya di atas punggung itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi maupun tidak diberi.”
Islam menganjurkan kepada kita untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Baik berupa zakat, infak, dan shodaqoh (sedekah). Islam juga menganjurkan kita untuk menanam investasi kebajikan dengan cara memberikan shodaqoh sebanyak-banyaknya.
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan mempunyai badan yang sehat, tetapi ia tidak mau berusaha atau bekerja keras melainkan ia hanya menggantungkan kehidupannya kepada orang lain.
Namun ada banyak faktor yang mendorong seorang meminta-minta :
1.     Kemiskinan yang di alami oleh orang-orang yang kesulitan ekonomi
2.     Ketidakberdayaan
3.     Tidak mempunyai gaji yang tetap
4.     Tidak mempunyai keahlian atau keampuan khusus

C.   Ujian Allah Terhadap Muslim Yang Taat


Artinya  :
Abu Al-Yaman Al-Hakam bin Nafi’ menyampaikan kepada kami dari Syu’aib yang mengabarkan dari Az-Zuhri, dari Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah (istri Nabi) bahwa Rasulullah SAW bersabda : “tidak ada satupun musibah yang menimpa seorang muslim, kecuali Allah akan menjadikannya sebagai kafarat untuknya, meskipun hanya berupa sebuah duri yang melukainya.”
Menjalani liku-liku hidup sebagai seorang manusia, kita tidak dapat lari dari ujian yang diberikan oleh Allah SWT. ujian yang datang selalu menjadikan kita lebih tegar dan kuat.
Sebagaimana diberitakan dalam firman Allah SWT :
                   Artinya :    
“dan kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai dugaan, dan kepada Kami-lah kamu semua akan dikembalikan.” (Al-Anbiya : 35)
Begitu banyak saat ini yang menjadikan pengemis sebagai profesi. Pedahal ia masih sangat mampu untuk bekerja, akan tetapi atas dasar kemalasannya maka ia jadikan mengemis menjadi jalan mudah untuk mendapatkan uang. Karena menengadahkan tangan ia mendapatkan uang dari orang-orang. Pedahal pengemis adalah profesi yang tercela.


IV.            LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI

Korupsi merupakan salah satu perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidana sebagai hukumannya. Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian merealisasikannya dalam perbuatan.
Korupsi secara implicit adalah menyalah gunakan kewenangan, jabatan atau amanah serta melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Sedangkan kolusi ialah permufakatan atau kerjasama melawan hukum antar penyelenggaraan Negara dengan pihak-pihak lainnya (masyarakat atau Negara). Atau bisa juga di artikan bahwa kolusi adalah kerjasama secara rahasia dengan maksud tidak terpuji atau persekongkolan.

A.   Larangan Melakukan Riswah

Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya.
Perbuatan tersebut sangat dilarang dalam Islam dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tesebut tergolong kedalam kategori harta yang diperoleh dengan jalan bathil (harta yang haram).
Allah SWT berfirman :
Artinya :
“dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” {Q.S Al-Baqarah : 188}
Praktek suap menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat, karena akan merusak berbagai tatanan sistem yang ada di masyarakat, dan menyebabkan terjadinya kecerobohan serta kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang, akibatnya terjadi kekacauan dan ketidak adilan.
Tak heran jika Rasulullah SAW memohon agar orang yang memiliki andil dalam urusan suap menyuap agar semuanya dijauhkan dari rahmat Allah SWT.
Jadi, diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap.

B.   Larangan Pejabat Menerima Hadiah


Artinya  :
Telah diceritakan oleh Abu Yaman : telah mengabarkan Syuaib, dari Zuhri berkata : telah mengabarkan urwah : dari Abu Humaid As-Saidi, ia berkata : Rasulullah SAW telah memberikan tugas kepada seorang lelaki dari kaum Al-Asad yang dikenali sebagai Ibnu Lutbiyah. Ia ikut Amru dan Ibnu Abu Umar untuk urusan sedekah. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata kepada Rasulullah SAW : ini untuk anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar kata-kata tersebut, lalu Rasulullah SAW berdiri di atas mimbar. Setelah mengucapkan puji-pujian kehadirat Allah SWT, beliau bersabda : “adakah patut seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata : ini untuk anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku ? kenapa dia tidak duduk dirumah bapak atau ibunya (tanpa memegang jabatan apa-apa) sehingga ia menunggu, apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak ? demi dzat Muhammad yang berada ditangannya, tidaklah salah seseorang dari kalian mengambil sesuatu darinya kecuali pada hari kiamat kelak dia akan datang dengan memikul di atas lehernya (jika yang di ambil itu seekor unta maka) seekor unta itu akan mengeluarkan suaranya, atau seekor lembu yang melenguh atau seekor kambing yang mengambik. “kemudian beliau mengangkat kedua-dua tangannya tinggi-tinggi sehingga Nampak kedua ketiaknya yang putih, dan beliau bersabda : “yaAllah ! bukankah aku telah menyampaikannya.” Sebanyak dua kali.”
Kandungan makna hadits :     
Nabi Muhammad SAW mempekerjakan seorang laki-laki maksudnya adalah seorang laki-laki dari suku Azad yang bernama Ibnu Lutbiyah untuk mengurus sedekah (zakat).
Sedangkan hadits Abu Hamid, sesungguhnya Nabi SAW mencela perbuatan Ibnu Lutbiyah yang menerima hadiah yang diberikan kepadanya. Karena, kedudukannya sebagai seorang pegawai pemerintah. Kemudian kalimat-kalimat mengapa dia tidak duduk dirumah ibunya, member faidah bahwa sekiranya dia diberi hadiah dalam kondisi seperti itu, niscaya hukumnya makruh, karena tidak ada faktor yang menimbulkan kecurigaan.
Saat ini suap menyuap sudah menjadi kebiasaan umum. Bagi sebagian pegawai, suap menyuap menjadi pemasukkan yang hasilnya bahkan bisa lebih banyak dari gaji pokok yang mereka peroleh.
Kondisi korupsi dan kolusi zaman sekarang. Lihatlah di negri ini pengurus birokrasi yang seringkali mempersulit suatu urusan dengan kebohongan sana-sini, yang ujung-ujungnya bisa mudah jika ada uang pelicin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar