Pengorganisasian Dakwah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Dakwah
Dosen Pengampu: Bu Jundah
Disusunoleh :
Barik Azka Perdana (11150530000018)
Ali Alatas (11150530000023)
Andini Nursyarifah (11150530000049)
Aimia K (11150530000058)
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H / 2016 M
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kami panjatkanvkehadirat Allah SWT.
Karena atas limpahan karunia, Rahmat, dan hidayahnya yang berupa kesehatan, sehingga
makalah yang berjudul “Pengorganisasian Dakwah” dapat terselesaikan padawaktunya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Makalah
ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Manajemen Dakwah. Kami berusaha menyusun
makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangunakan kami terima dengan
senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengorganisasian dalam Dakwah
B. Bentuk-Bentuk Organisasi Dakwag
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manajemen
dakwah yaitu sebuah pengaturan secara sistematis dan koordinatif dalam kegiatan
atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari
kegiatan dakwah. Dalam manajemen dakwah ini perlu adanya pengorganisasian agar
dalam kegiatan pelaksanaan dakwah dapat berjalan dengan efisien.
Dimana Pengorganisasian adalah seluruh
proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapatdigerakkan sebagai
suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Pengorganisasian
merupakan langkah pertama ke arah
pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya. Dengan demikian adalah suatu
hal yang logis pula apabila pengorganisasian dalam sebuah kegiatan akan menghasilkan
sebuah organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang kuat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan
definisi pengorganisasian dakwah
2.
Menjelaskan
bentuk-bentuk organisasi dakwah:
1)
Spesialisasi
Kerja
2)
Departementalisasi
Dakwah
3)
Rantai
Komando
4)
Rentang
Kendali
5)
Sentralisasi
dan Desentralisasi
6)
Formalisasi
Dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengorganisasian Dakwah
Pengorganisasian
adalah seluruh proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,
tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi
yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan
yang telah ditentukan.
Pengorganisasian
atau al-thanzhim dalam pandangan Islam bukansemata-mata merupakan wadah,
akan tetapi lebih menekankan bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapih,
teratur, dan sistematis. Hal inidiilustrasikan dalamsurat ash-Shaff: 4
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh.”
Tugas bagi para
da’I adalah merancang sebuah struktur organisasi yang memungkinkan mereka untuk
mengerjakan program dakwah secara efektif dan efisien untuk mencapai
sasaran-sasaran dan tujuan-tujuanorganisasi. Ada dua poin yang harus
diperhatikan dalam pengorganisasian, yaitu:
1.
Organizational
Design [desain organisasi]
2.
Organizational
structure [struktur organisasi]
Ketika para
manajer menyusun atau mengubah struktur sebuah organisasi, maka mereka terlibat
dalam suatu kegiatan dalam desain organisasi, yaitu suatu proses yang
melibatkan keputusan-keputusan mengenai spesialisasi kerja, departementalisasi,
rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta
formalisasi. Jadi, pengorganisasian dakwah itu pada hakikatnya adalah sebagai
tindakan pengelompokan, seperti subjek, objek dakwah, dan lain-lain.
B.
Bentuk-bentuk Organisasi Dakwah
1.
Spesialisasi Kerja
Manajemen spesialisasi kerja diartikan sebagai tingkat kemampuan
seseorang dalam melakukan pekerjaan yang ditekuninya, dan tugas-tugas
organisasi dibagi menja dipekerjaan-pekerjaan terpisah “pembagian kerja”.
Hakikat spesialisasi kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang
individu akan menjadi lebih baik jika pekerjaan tersebut dipecah-pecah menja
disejumlah langkah, dan tiap langkah diselesaikan oleh seorang individu yang
berlainan. Jadi pada hakikatnya, setiap individu memiliki spesialisasi dalam
mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, bukan mengerjakan seluruh kegiatan.
Para manajer dakwah melihat ini sebagai cara untuk menggunakan keterampilan
para da’I secara efisien. Hal ini dimaksudkan dalam sebuah organisasi dakwah beberapa
tugas pekerjaan menuntut profesionalisme dan keterampilan yang tinggi,
sementara pekerjaan lain dapat dibebankan kepada para pemula. Para manajer dakwah
juga harus mampu mencari efisiensi-efisiensi lain yang dapat dicapai melalui spesialisasi
kerja. Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan yang dinyatakan dalam tiga komponen,
yaitu:
1)
Keterampilan
teknis [technical skill], yaitu pengetahuan mengenai metode, proses
prosedur, dan teknik untuk melakukan kegiatan khusus, serta kemampuan untuk
menggunakan alat-alat dan peralatan yang relevan bagi kegiatan tersebut.
2)
Keterampilan
untuk melakukan hubungan antar pribadi [interpersonal skill], yaitu
pengetahuan perilaku manusia dan proses-proses hubungan antar pribadi,
kemampuan untuk mengerti perasaan, sikap dari motivasi orang lain tentang apa
yang ia katakana dan lakukan [empati, sensitivitassosial], kemampuan untuk
dapat berkomunikasi secara jelas dan efektif [kemahiran berbicara, kemampuan
persuasive], serta kemampuan untuk membuat hubungan yang efektif dan kooperatif
[kebijaksanaan, diplomasi, keterampilan mendengarkan, pengetahuan mengenai
perilaku sosial objek dakwah].
3)
Keterampilan
konseptual [conceptual skill], yaitu kemampuan analitis umum,
berpikirnalar, kepandaian dalam membentuk konsep, serta konseptualisasi
hubungan yang kompleks dan berarti dua, kreativitas dalam mengembangkan ide
serta pemecahan masalah, kemampuan untuk menganalisis peristiwa-peristiwa dan
kecenderungan-kecenderungan yang dirasakan, mengantisipasi perubahan-perubahan
dan melihat peluang, serta masalah-masalah potensial.
Disamping itu,
yang juga penting adalah pelatihan bagi para da’I untuk memperjelas
spesialisasinya agar lebih efisien dan lebih mudah dalam melatih dan
mengarahkannya untuk melakukan tugasnya dari sudut pandang organisasi.
Spesialisasi kerja juga merupakan sebuah mekanisme pengorganisasian sekaligus
merupakan sumber produktivitas bagipara da’i. hali ni juga merupakan salah satu
jalan untuk melakukan penghematan-penghematan yang ditimbulkan dalam pekerjaan
tertentu.
2.
Departementalisasi Dakwah
Setelah unit kerja dakwah dibagi-bagi melalui spesialisasi kerja,
maka selanjutnya diperlukan pengelompokan pekerjaan-pekerjaan yang
diklasifikasikan melalui spesialisasi kerja, sehingga tugas yang sama atau
mirip dapat dikelompokkan secara bersama-sama, sehingga dapat dikoordinasikan.
Karena unit pekerjaan harus dibagi dalam kelompok-kelompok kerja yang kemudian
dijabarkan dalam subcabang-cabang pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh seseoran
gatau beberapa orang, sehinggas etiap orang yang ada didalam organisasi itu
mengetahui dengan jelas tugas dan porsikerjanya masing-masing. Ini akan
memudahkan seseorang untuk mampu mengemban dan menunaikan tugasnya.
Salah satu cara yang popular untukm engelompokkan kegiatan dakwah
adalah menurut fungsi yang dijalankan. Sementara itu landasan yang digunakan
untuk mengelompokkan tugas-tugas dakwah dalam mencapai sasaran organisasi
adalah dengan departementalisasi dakwah.
Pada tataran ini, secara historis pengelompokan kegiatan dakwah
adalah menurut fungsi yang dilakukan atau departementalisasi fungsional.
Sebagai contoh, dalam sebuah lembaga dakwah atau manajer dakwah dalam
mengorganisasikan lembaganya dengan melakukan rancangan rekayasa umat, depar
temenfinansialnya, bagian administrasinya, departemen dakwah halbil-hal,
bil-lisan, sumber daya manusia, dan lain-lain. Kelebihan atau keuntungan dari
departementalisasi dakwah adalah akan memperolehefisiensi dan mempersatukan
orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan orientasi
yang sama ke dalam unit-unit yang sama.
3.
Rantai Komando
Rantai komando adalah sebuah garis wewenang yang tidak terputus
yang membentang dari tingkat atas organisasi terus sampai tingkat paling bawah
dan menjelaskan hasil kerja dakwah kedepartemen masing-masing. Rantai ini akan
memberikan sebuah kemudahan bagi para da’I untuk menentukan siapa yang harus
dituju jika mereka menemui permasalahan dan juga kepada siapa da’I tersebut
bertanggungjawab. Dalam rantai komando ini tidak terlepas dari tiga konsep,
yaitu:
·
Wewenang
·
Tanggungjawab
·
Komando.
4.
Rentang Kendali
Rentang Kendali merupakan konsep yang
merujuk pada jumlah bawahan yang dapat di supervisi oleh seorang manajer secara
efisien dan efektif. Walaupun pada sejarah manajemen belum ada standarisasi
yakni tak ada kesepakatan ideal tertentu, namun dapat diukur dari tingkatan
dalam organisasi. Dalam konteks organisasi dakwah, ketika seorang manajer
dakwah naik dalam hierarki organisasi, maka ia harus berhadapan dengan
masalah-masalah yang semakin beragam kerumitannya dan tidak terstrukturisasi,
oleh karena itu para pimpinan tertinggi harus memiliki rentang kendali yang
lebih kecil daripada manajer-manajer menengah, dan demikian seterusnya.
Dalam memahami rentang kendali yang
efektif dan efisien, maka akan ditentukan dengan melihat variabel kontingensi.
Sebagai contoh, semakin banyak latihan dan pengalaman yang dimiliki para da’i,
maka semakin berkurang pengawasan secara langsung oleh manajer. Pada
variabel-variabel ini juga, sangat menentukan rentang yang pas mencakup
kesamaan tugas para da’i, kerumitan tugas-tugas, kedekatan fisik anak buah,
derajat sampai dimana prosedur-prosedur baku telah berjalan, canggihnya sistem
informasi manajemen organisasi tersebut, kesulitan organisasi tersebut, serta
style seorang manajer.
5.
Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi diartikan sebagai kadar sampain dimana pengambilan keputusan
terkonsesntrasi pada hierarki/wewenang formal, yaitu hak-hak inhern dalam
posisi seseorang. Sementara Desentralisasi adalah pengertian terbaik dalam
artian pengalihan wewenang untuk membuat keputusan ke tingkat yang lebih rendah
dalam suatu organisasi. Dalam suatu organisasi yang bersifat desentralisasi,
maka segala tindakan dapat diambil lebih cepat untuk memecahkan masalah.
Fungsi organisasi secara efekktif akan terhambat jika semua keputusan
hanya diambil oleh segelintir manajemen puncak dan mereka puntidak dapat
berfungsi secara efektif apabila semua keputusan dilimpahkan pada
anggota-anggota lainnya (tingkat bawah). Agar organisasi dakwah lebih fleksibel
dan tanggap terhadap realitas yang terjadi pada masyarakat (mad’u), maka para
pelaku dakwah (da’i) lebih cenderung untuk melakukan desentralisasi pengambilan
keputusan. Karena secara aplikatif mererka akan lebih dekat dan mengetahui
kondisi mad’u, dengan kata lain,para da’I dengan pengamatan lapangan yang
bersifat empiris dan dan lebih
mengetahui secara mendetail mengenai problem yang dikembangkan dan cara terbaik
untuk pemecahannya daripada atasan.
Secara filosofis, desentralisasi ini dapat dikembalikan pada pengertian
bahwasannyabsetiap manusia adalah pemimpin dan setiap orang adalah khalifah,
selalu cenderung dalam desentralisasi. Dalam Islam, Rasulullah pertama kali
memberikan hak dan wewenang desentralisasi kepada seorang sahabat, Mu’adz Ibnu
jabbal yang diangkat sebagai gubernur di Yaman.
Ada beberapa factor yang akan memperngaruhi terhadap pelaksanaan system
sentralisasi dan desentralisasi, antara lain:
a.
Lingkungan atau kondisi mad’u yang stabil
b.
Para manajer dari tingkat bawah kurang mampu atau
cukup pengalaman dalam pengambilan keputusan
c.
Para manajer ditingkat bawah tidak ikut serta dalam
keputusan-keputusan
d.
Adanya keputusan-keputuskan penting
e.
Organisasi yang berkapasitas besar
f.
Pelaksanaan strategi-strategi organisasi yang
efektif dan tergantung pada pimpinan yang memiliki hak menetukan apa yang
terjadi.
Lebih
banyak desentralisasi jika:
a.
Lingkungan yang kompleks dan tidak pasti
b.
Para manajer tingkat bawah mampu dan berpengalaman
dalam mengambil keputusan
c.
Dikehendaki dari semua manajer tingkat bawah
d.
Budaya organisasi yang terbuka memungkinkan para
manajer memiliki pengaruh atas apa yang terjadi
e.
Secara geografis organisasi yang efektif tergantung
pada keterlibatan para manajer dan fleksibilitasnya untuk mengambil keputusan.
6.
Formalisasi Dakwah
Formalisasi dakwah adalah sejauh mana pekerjaan atau tugas-tugas
dakwah dalam sebuah organisasi dakwah dilakukan dan sejauh mana tingkah laku,
skill, dan ketrampilan para da’I dibimbing dan diarahkan secara procedural oleh
peraturan. Jika suatu pekerjaan diformalkan, maka pelaksanaan pekerjaan
tersebut memiliki kualitas keluasan yang minim mengenai apa yang harus
dikerjakan. Hal ini dimaksudkan agar apara da’I diarapkan melakukan dakwah
secara aktif dan konsten sesuai prosedural.
Dalam sebuah organisasi dengan tingkat formalisasi yang tinggi,
terdapat uraian pekerjaan yang tegas, banyak peraturan organisasi, serta
prosedur yang telah dirumuskan secara jelas. Dari formalisasibyang tinggi ini
terdapat job-discription yang eksplisit, banyak aturan organisasi yang
terdefinisi dengan jelas, yang meliputi proses kerja dalam organisasi.
Sebaliknya jika formalisasi itu rendah, maka perilaku kerja cenderung untuk
tidak terprogram dan para anggota memiliki keluarasan dalam menjalankan kerja.
Apabila dalam formalisasi sangan terbatas, maka aktifitas da’I akan
cenderung relative tidak terstruktur dan para da’I juga akan lebih banyak
memiliki kebebasan untuk berimprovisasi tentang bagaimana cara mereka melakukan
pekerjaan.
Pada intinya, para da’I memiliki kebebasan untuk berkekspresi,
berinisiatif, dan berimprovisasi sepanjang masih dalam koridor aturan
organisasi tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ketika para manajer menyusun atau
mengubah struktur sebuah organisasi, maka mereka terlibat dalam suatu kegiatan
dalam desain organisasi, yaitu suatu proses yang melibatkan keputusan-keputusan
mengenai spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang
kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi. Jadi,
pengorganisasian dakwah itu pada hakikatnya adalah sebagai tindakan
pengelompokan, seperti subjek, objek dakwah, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, S Ag, M.A, M dan Ilahi, S.Ag,
M.A, Wahyu. MANAJEMEB DAKWAH. Jakarta:
Kencana, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar