Rabu, 23 November 2016

Pengorganisasian Dakwah



Pengorganisasian Dakwah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Dakwah
Dosen Pengampu: Bu Jundah



Disusunoleh :
Barik Azka Perdana (11150530000018)
Ali Alatas (11150530000023)
Andini Nursyarifah (11150530000049)
Aimia K (11150530000058)

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H / 2016 M



KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkanvkehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan karunia, Rahmat, dan hidayahnya yang berupa kesehatan, sehingga makalah yang berjudul “Pengorganisasian Dakwah” dapat terselesaikan padawaktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

            Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Manajemen Dakwah. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangunakan kami terima dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan kami ucapkan terimakasih.


















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
  2. Rumusan Masalah

BAB II : PEMBAHASAN
A.    Pengorganisasian dalam Dakwah
B.     Bentuk-Bentuk Organisasi Dakwag

BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan
Daftar Pustaka

















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manajemen dakwah yaitu sebuah pengaturan secara sistematis dan koordinatif dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah. Dalam manajemen dakwah ini perlu adanya pengorganisasian agar dalam kegiatan pelaksanaan dakwah dapat berjalan dengan efisien.
Dimana Pengorganisasian adalah seluruh proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapatdigerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Pengorganisasian merupakan langkah pertama  ke arah pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya. Dengan demikian adalah suatu hal yang logis pula apabila pengorganisasian dalam sebuah kegiatan akan menghasilkan sebuah organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang kuat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan definisi pengorganisasian dakwah
2.      Menjelaskan bentuk-bentuk organisasi dakwah:
1)      Spesialisasi Kerja
2)      Departementalisasi Dakwah
3)      Rantai Komando
4)      Rentang Kendali
5)      Sentralisasi dan Desentralisasi
6)      Formalisasi Dakwah















BAB II
PEMBAHASAN
                                            
A.    Pengorganisasian Dakwah
Pengorganisasian adalah seluruh proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Pengorganisasian atau al-thanzhim dalam pandangan Islam bukansemata-mata merupakan wadah, akan tetapi lebih menekankan bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapih, teratur, dan sistematis. Hal inidiilustrasikan dalamsurat ash-Shaff: 4

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh.”

Tugas bagi para da’I adalah merancang sebuah struktur organisasi yang memungkinkan mereka untuk mengerjakan program dakwah secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuanorganisasi. Ada dua poin yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian, yaitu:
1.      Organizational Design [desain organisasi]
2.      Organizational structure [struktur organisasi]
Ketika para manajer menyusun atau mengubah struktur sebuah organisasi, maka mereka terlibat dalam suatu kegiatan dalam desain organisasi, yaitu suatu proses yang melibatkan keputusan-keputusan mengenai spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi. Jadi, pengorganisasian dakwah itu pada hakikatnya adalah sebagai tindakan pengelompokan, seperti subjek, objek dakwah, dan lain-lain.

B.     Bentuk-bentuk Organisasi Dakwah

1.      Spesialisasi Kerja
Manajemen spesialisasi kerja diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang ditekuninya, dan tugas-tugas organisasi dibagi menja dipekerjaan-pekerjaan terpisah “pembagian kerja”. Hakikat spesialisasi kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu akan menjadi lebih baik jika pekerjaan tersebut dipecah-pecah menja disejumlah langkah, dan tiap langkah diselesaikan oleh seorang individu yang berlainan. Jadi pada hakikatnya, setiap individu memiliki spesialisasi dalam mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, bukan mengerjakan seluruh kegiatan.
Para manajer dakwah melihat ini sebagai cara untuk menggunakan keterampilan para da’I secara efisien. Hal ini dimaksudkan dalam sebuah organisasi dakwah beberapa tugas pekerjaan menuntut profesionalisme dan keterampilan yang tinggi, sementara pekerjaan lain dapat dibebankan kepada para pemula. Para manajer dakwah juga harus mampu mencari efisiensi-efisiensi lain yang dapat dicapai melalui spesialisasi kerja. Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan yang dinyatakan dalam tiga komponen, yaitu:
1)      Keterampilan teknis [technical skill], yaitu pengetahuan mengenai metode, proses prosedur, dan teknik untuk melakukan kegiatan khusus, serta kemampuan untuk menggunakan alat-alat dan peralatan yang relevan bagi kegiatan tersebut.
2)      Keterampilan untuk melakukan hubungan antar pribadi [interpersonal skill], yaitu pengetahuan perilaku manusia dan proses-proses hubungan antar pribadi, kemampuan untuk mengerti perasaan, sikap dari motivasi orang lain tentang apa yang ia katakana dan lakukan [empati, sensitivitassosial], kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara jelas dan efektif [kemahiran berbicara, kemampuan persuasive], serta kemampuan untuk membuat hubungan yang efektif dan kooperatif [kebijaksanaan, diplomasi, keterampilan mendengarkan, pengetahuan mengenai perilaku sosial objek dakwah].
3)      Keterampilan konseptual [conceptual skill], yaitu kemampuan analitis umum, berpikirnalar, kepandaian dalam membentuk konsep, serta konseptualisasi hubungan yang kompleks dan berarti dua, kreativitas dalam mengembangkan ide serta pemecahan masalah, kemampuan untuk menganalisis peristiwa-peristiwa dan kecenderungan-kecenderungan yang dirasakan, mengantisipasi perubahan-perubahan dan melihat peluang, serta masalah-masalah potensial.


Disamping itu, yang juga penting adalah pelatihan bagi para da’I untuk memperjelas spesialisasinya agar lebih efisien dan lebih mudah dalam melatih dan mengarahkannya untuk melakukan tugasnya dari sudut pandang organisasi. Spesialisasi kerja juga merupakan sebuah mekanisme pengorganisasian sekaligus merupakan sumber produktivitas bagipara da’i. hali ni juga merupakan salah satu jalan untuk melakukan penghematan-penghematan yang ditimbulkan dalam pekerjaan tertentu.

2.      Departementalisasi Dakwah
Setelah unit kerja dakwah dibagi-bagi melalui spesialisasi kerja, maka selanjutnya diperlukan pengelompokan pekerjaan-pekerjaan yang diklasifikasikan melalui spesialisasi kerja, sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikelompokkan secara bersama-sama, sehingga dapat dikoordinasikan. Karena unit pekerjaan harus dibagi dalam kelompok-kelompok kerja yang kemudian dijabarkan dalam subcabang-cabang pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh seseoran gatau beberapa orang, sehinggas etiap orang yang ada didalam organisasi itu mengetahui dengan jelas tugas dan porsikerjanya masing-masing. Ini akan memudahkan seseorang untuk mampu mengemban dan menunaikan tugasnya.
Salah satu cara yang popular untukm engelompokkan kegiatan dakwah adalah menurut fungsi yang dijalankan. Sementara itu landasan yang digunakan untuk mengelompokkan tugas-tugas dakwah dalam mencapai sasaran organisasi adalah dengan departementalisasi dakwah.
Pada tataran ini, secara historis pengelompokan kegiatan dakwah adalah menurut fungsi yang dilakukan atau departementalisasi fungsional. Sebagai contoh, dalam sebuah lembaga dakwah atau manajer dakwah dalam mengorganisasikan lembaganya dengan melakukan rancangan rekayasa umat, depar temenfinansialnya, bagian administrasinya, departemen dakwah halbil-hal, bil-lisan, sumber daya manusia, dan lain-lain. Kelebihan atau keuntungan dari departementalisasi dakwah adalah akan memperolehefisiensi dan mempersatukan orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan orientasi yang sama ke dalam unit-unit yang sama.

3.      Rantai Komando
Rantai komando adalah sebuah garis wewenang yang tidak terputus yang membentang dari tingkat atas organisasi terus sampai tingkat paling bawah dan menjelaskan hasil kerja dakwah kedepartemen masing-masing. Rantai ini akan memberikan sebuah kemudahan bagi para da’I untuk menentukan siapa yang harus dituju jika mereka menemui permasalahan dan juga kepada siapa da’I tersebut bertanggungjawab. Dalam rantai komando ini tidak terlepas dari tiga konsep, yaitu:
·         Wewenang
·         Tanggungjawab
·         Komando.

4.      Rentang Kendali
Rentang Kendali merupakan konsep yang merujuk pada jumlah bawahan yang dapat di supervisi oleh seorang manajer secara efisien dan efektif. Walaupun pada sejarah manajemen belum ada standarisasi yakni tak ada kesepakatan ideal tertentu, namun dapat diukur dari tingkatan dalam organisasi. Dalam konteks organisasi dakwah, ketika seorang manajer dakwah naik dalam hierarki organisasi, maka ia harus berhadapan dengan masalah-masalah yang semakin beragam kerumitannya dan tidak terstrukturisasi, oleh karena itu para pimpinan tertinggi harus memiliki rentang kendali yang lebih kecil daripada manajer-manajer menengah, dan demikian seterusnya.
Dalam memahami rentang kendali yang efektif dan efisien, maka akan ditentukan dengan melihat variabel kontingensi. Sebagai contoh, semakin banyak latihan dan pengalaman yang dimiliki para da’i, maka semakin berkurang pengawasan secara langsung oleh manajer. Pada variabel-variabel ini juga, sangat menentukan rentang yang pas mencakup kesamaan tugas para da’i, kerumitan tugas-tugas, kedekatan fisik anak buah, derajat sampai dimana prosedur-prosedur baku telah berjalan, canggihnya sistem informasi manajemen organisasi tersebut, kesulitan organisasi tersebut, serta style seorang manajer.

5.      Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi diartikan sebagai kadar sampain dimana pengambilan keputusan terkonsesntrasi pada hierarki/wewenang formal, yaitu hak-hak inhern dalam posisi seseorang. Sementara Desentralisasi adalah pengertian terbaik dalam artian pengalihan wewenang untuk membuat keputusan ke tingkat yang lebih rendah dalam suatu organisasi. Dalam suatu organisasi yang bersifat desentralisasi, maka segala tindakan dapat diambil lebih cepat untuk memecahkan masalah.
Fungsi organisasi secara efekktif akan terhambat jika semua keputusan hanya diambil oleh segelintir manajemen puncak dan mereka puntidak dapat berfungsi secara efektif apabila semua keputusan dilimpahkan pada anggota-anggota lainnya (tingkat bawah). Agar organisasi dakwah lebih fleksibel dan tanggap terhadap realitas yang terjadi pada masyarakat (mad’u), maka para pelaku dakwah (da’i) lebih cenderung untuk melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. Karena secara aplikatif mererka akan lebih dekat dan mengetahui kondisi mad’u, dengan kata lain,para da’I dengan pengamatan lapangan yang bersifat empiris dan  dan lebih mengetahui secara mendetail mengenai problem yang dikembangkan dan cara terbaik untuk pemecahannya daripada atasan.
Secara filosofis, desentralisasi ini dapat dikembalikan pada pengertian bahwasannyabsetiap manusia adalah pemimpin dan setiap orang adalah khalifah, selalu cenderung dalam desentralisasi. Dalam Islam, Rasulullah pertama kali memberikan hak dan wewenang desentralisasi kepada seorang sahabat, Mu’adz Ibnu jabbal yang diangkat sebagai gubernur di Yaman.
Ada beberapa factor yang akan memperngaruhi terhadap pelaksanaan system sentralisasi dan desentralisasi, antara lain:
a.       Lingkungan atau kondisi mad’u yang stabil
b.      Para manajer dari tingkat bawah kurang mampu atau cukup pengalaman dalam pengambilan keputusan
c.       Para manajer ditingkat bawah tidak ikut serta dalam keputusan-keputusan
d.      Adanya keputusan-keputuskan penting
e.       Organisasi yang berkapasitas besar
f.       Pelaksanaan strategi-strategi organisasi yang efektif dan tergantung pada pimpinan yang memiliki hak menetukan apa yang terjadi.
Lebih banyak desentralisasi jika:
a.       Lingkungan yang kompleks dan tidak pasti
b.      Para manajer tingkat bawah mampu dan berpengalaman dalam mengambil  keputusan
c.       Dikehendaki dari semua manajer tingkat bawah
d.      Budaya organisasi yang terbuka memungkinkan para manajer memiliki pengaruh atas apa yang terjadi
e.       Secara geografis organisasi yang efektif tergantung pada keterlibatan para manajer dan fleksibilitasnya untuk mengambil keputusan.

6.      Formalisasi Dakwah
Formalisasi dakwah adalah sejauh mana pekerjaan atau tugas-tugas dakwah dalam sebuah organisasi dakwah dilakukan dan sejauh mana tingkah laku, skill, dan ketrampilan para da’I dibimbing dan diarahkan secara procedural oleh peraturan. Jika suatu pekerjaan diformalkan, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut memiliki kualitas keluasan yang minim mengenai apa yang harus dikerjakan. Hal ini dimaksudkan agar apara da’I diarapkan melakukan dakwah secara aktif dan konsten sesuai prosedural.
Dalam sebuah organisasi dengan tingkat formalisasi yang tinggi, terdapat uraian pekerjaan yang tegas, banyak peraturan organisasi, serta prosedur yang telah dirumuskan secara jelas. Dari formalisasibyang tinggi ini terdapat job-discription yang eksplisit, banyak aturan organisasi yang terdefinisi dengan jelas, yang meliputi proses kerja dalam organisasi. Sebaliknya jika formalisasi itu rendah, maka perilaku kerja cenderung untuk tidak terprogram dan para anggota memiliki keluarasan dalam menjalankan kerja.
Apabila dalam formalisasi sangan terbatas, maka aktifitas da’I akan cenderung relative tidak terstruktur dan para da’I juga akan lebih banyak memiliki kebebasan untuk berimprovisasi tentang bagaimana cara mereka melakukan pekerjaan.
Pada intinya, para da’I memiliki kebebasan untuk berkekspresi, berinisiatif, dan berimprovisasi sepanjang masih dalam koridor aturan organisasi tersebut.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ketika para manajer menyusun atau mengubah struktur sebuah organisasi, maka mereka terlibat dalam suatu kegiatan dalam desain organisasi, yaitu suatu proses yang melibatkan keputusan-keputusan mengenai spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi. Jadi, pengorganisasian dakwah itu pada hakikatnya adalah sebagai tindakan pengelompokan, seperti subjek, objek dakwah, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Munir, S Ag, M.A, M dan Ilahi, S.Ag, M.A, Wahyu. MANAJEMEB DAKWAH. Jakarta: Kencana, 2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar